Sabtu, 08 Maret 2008

Dahsyatnya Pesona Nabi #2



Di artikel sebelumnya, penulis telah membahas sedikit tentnag fathonah Nabi. Fathonah atau kecerdasan merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang Nabi. Tentu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan emosional dan spiritual. Kecerdasan yang telah penulis sampaikan sebelumnya dalam bentuk keikhlasan. Dalam tulisan pertama, penulis telah mmeberi contoh itu dari Nabi maupun dari sahabat terdekat beliau, Umar bin Khattab. Dan kini penulis ingin mengajak Anda untuk menilik sosok yang dapat ditemui hari ini. Beliau sosok yang dikagumi olhe banyak orang tapi juga sekaligus diincar oleh Barat sebagai sosok yang menakutkan.
Apakah Anda pernah mendengar nama pondok pesantren (ponpes) Al Mukmin? Jika belum, mungkin nama ponpes Ngruki lebih familiar di telinga Anda.
Anda benar, yang akan dibicarakan oleh penulis adalah sosok ustadz dari ponpes Ngruki yang sekaligus beliau adalah pendirinya, ustadz Abu Bakar Ba'asyir.
Beliau adalah ustadz penulis sewaktu penulis mondok di Ngruki.Penulis sempat mendapatkan pelajaran dari beliau di 1983-1984 sebelum beliau hijrah ke Malaysia bersama ustadz Abdullah Sungkar. Mereka hijrah ke Malaysia disebabkan rezim Orde Baru berusaha menangkap mereka.
Ustadz Abu, demikian beliau biasa disapa, merupakan sosok ustadz yang ramah dan menerapkan pola hidup sederhana seperti yang dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Jika Anda suatu ketika berkunjung ke Ngruki, bertamulah ke rumah beliau, maka Anda tidak akan mendapatkan satu set sofa. Dan masuk ke dalam lagi, yang Anda temui lebih banyak kitab-kitab yang bernilai ukhrawi daripada perabotan yang bernilai duniawi.
Pendiri dan sekaligus pemimpin ponpes Ngruki yang menjadi pembicaraan ini-baik level nasional maupun internasional- begitu bersahaja dalam hidupnya. Oleh karenanya, para ustadz yang mendidik di ponpes pun juga secara ihlas hidup sederhana. Tidak ada istilah mereka menuntut kenaikan gaji atau menuntut fasilitas lebih.
Bagaimana bisa mereka akan menuntut hal demikian jika sosok pemimpin dan sekaligus pendirinya hidup bersahaja?
Ustadz Abu tekah memberi teladan yang begitu tinggi nilainya dan ini dapat dilihat secara nyata oleh semua orang. Oleh karenannya, salah satu kesuksesan menjadi pemimpin yang baik adalah ia memberikan teladan terlebih dahulu sebelum menyuruh atau menuntut orang lain untuk berbuat baik.
Ada satu kejadian yang penulis alami yang membuat kesan pesona bagi penulis hingga kini.
Waktu itu selepas ashar, penulis melihat ustadz Abu sedang bersiap-siap menaiki tangga di depan rumahnya. Melihat ini, penulis lalu mendekat lalu menyapa beliau:"Assalamu'alaikum Ustadz. Buat apa tangga ini, Ustadz?"
Dengan ramah, beliau menjawab,"Wa'alaikumussalam. Ini Ustadz mau perbaiki genting yang boncor."
Dengan spontan, penulis langsung menawarkan diri, "Biar saya saja yang naik, Ustadz enggak perlu repot-repot nai kea atas sendiri. Saya sipa kok kalau Ustadz nyuruh saya."
Dengan senyumnya yang khas, beliau menjawab, " Terima kasih nak, ini hal kecil kok. Biar Ustadz saja yang naik. Toh memperbaiki genting bukan hal yang beratkan?"
Dengan terbengong atas jawaban beliau, penulis menatap ustadz Abu dengan rasa kagum.
Beliau tidak ingin merepotkan orang lain yang sebenarnya bisa saja beliau menyuruh santrinya naik ke atas rumahnya untuk memperbaiki genting yang bocor.
Dapat Anda bayangkan bagaimana sosok pemimpin karismatik ini. Tidak ada rasa sakit hati sama sekali ketika Mahkamah Agung menetapkan bahwa beliau tidak bersalah dalam tuduhan berbuat makar terhadap negara kita ini dalam bentuk teror bom. Beliau melihat ini sebagai ujian hidup untuk menuju ridho Allah. Maka dengan segala keikhlasan dan konsisitensinya dalam dakwah, ponpes Ngruki tidak pernah sepi dari santri yang ingin modok meski ponpes ini telah mengalami fitnah dan cobaan yang besar.
Bukan rahasia lagi jika negara Amerika, Iggris dan negara barat lainnya, ingin agar ponpes ini ditutup dan dijadikan sebagai salah satu institusi berbahaya di daftar PBB lalu ustadz agar dihukum karena terlibat dalam jaringan Al Qaidah yang bernama Jama'ah Islamiyah (JI). Namun, hingga hari ini semua itu tidak terbukti dan Ngruki bukan tambah sepi tapi justru makin diminati oleh para orang tua yang ingin menyantrikan anaknya di sana.
Demikianlah sosok tokoh yang hidup hingga hari ini yang dapat dijadikan teladan untuk kita semua. Kecerdasan emosional dan spiritual memang mudah untuk dibicarakan, diseminarkan, dibukukan atau ditrainingkan, tetapi itu semua kembali kepada diri kita masing-masing.
Seperti yang telah dituliskan oleh Ary Ginanjar Agustian dalam buku beliau yang fenomenal, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power. Keikhlasan dalam hidup harus berawal dari kita yang harus lepas dari segala belenggu duniawi (atau istilah beliau zero mind). Ketika kita telah dalam bentuk zero mind maka yang akan tersisa adalah fitrah suci dari Allah yang akan dengan sendirinya bersuara dalam hati kita sebagai penggerak untuk berbuat baik. Semakin kita menuju keterbebasan dalam segala hal atau dalam bahasa matematikanya kita menuju titik nol, maka semakin dekat pula kita menuju tangga Illahiyah yang suci.
Dengan cerdas, Agustian (2006) menggambarkan ini dalam notasi matematika yang sederhana yaitu 1/0=∞. Ini dapat dibaca sebagai satu dibagi nol sama dengan tidak terhingga. Angka satu sebagai simbol Tauhid, angka nol sebagai simbol hamba Allah yang bebas dari segala bentuk kehambaan lain, dan simbol ∞ berarti dalam matematika adalah nilai tak terhingga, oleh Agustian diartikan sebagai dekat pada Allah yang Maha Tak Terhingga Kebesarannya.
Jika seseorang telah memiliki ∞, maka yang terjadi adalah sebuah kekuatan dahsyat. Tongkat kayu menjadi alat yang hebat yang dapat membelah laut dari dir Nabi Musa. Menyebut nama Allah saja menjadi kekuatan besar yang mampu merobohkan musuh. Ini terjadi ketika Nabi Muhammad dalam pengejaran kaum kafir Quraish. Beliau sedang istirahat dalam perjalanan yang melelahkan menuju Madinah. Tiba-tiba Suraqoh, salah satu kafir Quraish, menghunuskan pedang ke dada beliau dan berkata, "Hari ini engkau tidak bisa lepas dariku, Muhammad. Kini siapa penolongmu pada saat ini?"
Dengan tenang dan mantap, Rasulullah menjawab,"Allah."
Mendengar kata Allah dari mulut nabi ini, Suraqoh langsung tersungkur lemas tak berdaya dan pedang di tangannya pun terlepas. Segera Nabi mengambilnya lalu balik menghunuskannya ke dada Suraqoh dan bertanya:"Kini siapa penolongmu, hai Suraqoph?". Dengan lemas ia menjawab,"tidak ada". Lalu dengan senyum ramah beliau mengembalikan pedang tadi ke Suraqoh.



bersambung . . . .

Tidak ada komentar: